120. Sebelum Kelana Rivera

Michuseyo
7 min readOct 1, 2023

From Heartbeat AU by michuseyo

Selain lampu merah, apa yang membuatmu memilih untuk berhenti? Tanya seorang rekan kerja saat Ares terbaring lemas di kasur miliknya. Dulu Ares hanya terdiam tanpa menjawab sepatah kata, tapi mungkin sekarang ia tahu jawabannya apa.

Ares duduk termenung di pinggiran ranjang setelah dirinya memutuskan untuk meninggalkan tempat yang menjadi kacau karena ulahnya. Tangannya ia bawa mengusak pangkal hidung dengan kedua tangannya. Matanya ia pejamkan dengan kencang. Kepulangannya untuk menyelesaikan satu masalah ternyata menimbulkan masalah baru. Dengan tenaga seadanya, Ares baringkan tubuhnya di atas ranjang dengan tatapan kosong ke atap kamar. Semua rangkaian cerita sedang ia putar satu persatu pada atap putih di atas sana.

Melihat hubungannya dengan Lana sudah pelik seperti ini di awal, hati Ares kembali ragu. Haruskah ia melanjutkan atau mundur? Dirinya sendiri sadar bahwa masih ada bayangan Alana saat ia sedang bersama Lana. Memang jahat, tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Mulai dari namanya yang hampir sama, rambutnya yang selalu digerai dan kebiasaan kedua wanita yang senang mengoleksi jeday dengan satu warna, hitam. Tapi ia juga tak berbohong jika Lana sudah mulai mengisi penuh relung hatinya.

Keputusan Ares untuk menghindari Lana ternyata menjadi malapetaka. Niatnya semula hanya ingin menenangkan pikiran dan hatinya saat ini dengan kabur. Kesalahan yang Ares lakukan kemarin, jelas sangat fatal. Bagaimana mungkin dia bisa dengan tenangnya memposting foto Lana dan mengetik ucapan selamat ulang tahun di hari yang bukan tanggal lahirnya melainkan hari ulang tahun sang mantan kekasih yang selalu disisinya selama 8 tahun lamanya.

Ares tahu itu adalah kebodohannya telak. Tapi ia tak tahu jika Lana mengetahui tentang ulang tahun mantan kekasihnya, mengapa bisa? Lana tahu dari mana? Bahkan mereka tak pernah saling menceritakan kisah masa lalu masing-masing. Pikir Ares, mungkin itulah benang merah dari kunci hubungan Ares dan Lana. Kejujuran akan masa lalu yang mereka punya. Selama ini mereka saling menutupi hal itu rapat-rapat. Bukan hanya Lana, tapi Ares pun sama. Tak mau membahas, biar saja yang berlalu, ya berlalu. Padahal tak bisa seperti itu, terkadang kita pun harus mau membicarakan, mendengar juga menerima segala hal yang terjadi pada masa lalu masing-masing.

Belum lama masalah salah mengucapkan ulang tahun menyusut, kini hadir masalah baru tentang status Lana. Lana sudah pernah menikah dan ia membohongi Ares selama ini — tidak mengatakan yang sebenarnya, ia tak jujur pada Ares — dan hal itu sangat membuat Ares kecewa juga marah. Mengapa Lana membiarkan Ares jatuh hati begitu dalam tanpa memberitahu apapun tentang masa lalunya? Ares teramat kecewa. Ia merasa jika entitas dirinya tak dianggap oleh Lana.

Kepergian Lana yang entah kemana dan darah segar yang keluar dari sudut bibir Ares karena pukulan kencang yang dilayangkan Belva — rasa sakitnya tak seberapa dibandingkan dengan isi chat yang dikirim Lana untuknya. Siapa yang membohongi siapa, tapi kenapa lagi lagi harus dirinya yang merasakan tersiksa. Cerita berbeda, orang berbeda tapi sakitnya serupa. Ares benci ditinggalkan tanpa penjelasan seperti ini.

Hubungan Ares dengan Alana Decita sudah terjalin saat mereka menjadi mahasiswa. Bermula dari memberikan pertolongan untuk memarkirkan motor hingga berujung meminta nomor. Alana adalah pacar pertama Ares, ia memang senang bermain-main dengan wanita (ghosting, tak pernah serius) tapi Alana-lah yang mampu membuat Ares bertekuk lutut tak berdaya. Hanya pada Alana Ares memberikan waktunya, segalanya. Begitupun dengan Alana, tapi itu dulu.

Setiap waktu bersama Alana selalu terasa indah, bahkan jika keduanya sedang bertengkar, bagi Ares itu hanyalah bumbu sementara dalam hubungan karena pada akhirnya mereka berdua akan berbaikan dan saling mencintai kembali. Semuanya memang terasa dan terlihat indah, rencana masa depan selalu mereka diskusikan, hingga LDR menjadi malapetaka untuk Ares dan Alana. Kebiasaan keduanya yang sering bersama ternyata membuat mereka kesulitan beradaptasi dengan hubungan jarak jauh.

Alana harus mulai terbiasa dengan ketidak hadiran Ares disisinya, begitupun Ares. Jika biasanya Ares akan sigap mengantar jemput atau pun berkunjung ke kosan Alana, namun dengan hubungan jarak jauh, Alana dipaksa terbiasa untuk bepergian sendiri tanpa Ares. Mereka sempat berdebat, Alana sudah mengatakan jika dirinya tak bisa menjalani hubungan jarak jauh namun Ares memaksa untuk mencoba hingga akhirnya Alana mengalah. Keduanya sama-sama tahu jika pekerjaan lapangan akan sangat menguras tenaga juga emosi, ditambah dengan kondisi lingkungan yang sulit untuk mendapatkan sinyal.

Banyak toleransi gapapa di awal hubungan jarak jauh mereka. Dulu, keduanya selalu excited bertemu di bandara kemudian menghabiskan kembali waktu 24/7 bersama lalu merasa sedih karena harus berpisah dan mengharuskan menahan rindu hingga 3 sampai 4 bulan lamanya sebelum mereka bisa bertemu kembali di bandara dengan Alana yang selalu siap menjemput Ares.

Banyak hal yang mereka lewati sendirian. Kesibukan masing-masing membuat komunikasi keduanya jadi sulit terjalin dengan baik. Bohong jika Ares tak bisa melihat raut wajah Alana yang sudah tidak sehangat dulu saat keduanya mulai terbiasa dengan panggilan video. Malam itu berbeda, Alana justru memilih untuk tidak menerima panggilan dari Ares, berujung membalasnya lewat pesan singkat di pagi hari. Mengaku jika dirinya kelelahan lalu ketiduran. Malam selanjutnya berjalan seperti biasa namun di hari lain, tingkah Alana kembali membuat Ares bingung. Bukan bingung, Ares tahu tapi bersikeras berpikir bahwa hubungan keduanya masih baik-baik saja, masih bisa diselamatkan. Ini hanya masalah waktu.

Mungkin Alana bosan karena kesepian, Ares merasa jika dirinya harus pulang dan segera menemui kekasihnya, membayar kontan rindu yang tertahan selama empat bulan mereka tidak bertemu. Hubungan keduanya kembali seperti semula saat Ares pulang hanya untuk menemui Alana tanpa berkunjung ke rumahnya sendiri. Ia betul-betul menghabiskan waktu dua minggu hanya bersama Alana, menemani kekasihnya, mengantar jemput Alana ke kantor di hari kerja.

“Kamu gak mau nengok aku ke Palembang buy? Sekali-kali main kesana.” ajakan Ares menjadi awal perdebatan panjang mereka. Alana bersikeras mengatakan jika ia sulit mendapatkan cuti. Jika ia pergi di hari Jumat malam dan Minggu sore sudah harus pulang kembali ke Bandung, rasanya percuma. Bagi Alana, 3 hari 2 malam sangat kurang untuk keduanya bertemu.

Tiga tahun Ares bekerja di Palembang, tak pernah sekalipun Alana menginjakkan kakinya di tempat kerja Ares dan Ares berusaha untuk tidak mempermasalahkan hal tersebut, mungkin memang ia yang harus berjuang untuk menemui Alana. Lagi pula Bandung kan memang tempat keluarganya berada, jadi wajar saja jika ia yang harus pulang dan menemui Alana di Bandung, bukan sebaliknya.

Bagi Ares, usahanya cukup untuk mengalah jika Alana sama sekali tak mau mendatangi kediamannya di Palembang. Ares coba memahami dan menerima. Namun ketika Alana tak bisa memahami jam kerjanya yang pergi pagi dan pulang malam, Ares merasa itu sudah keterlaluan. Hal-hal kecil mulai menjadi permasalahan, entah sengaja atau tidak namun yang jelas hal itu membuat emosi Ares menggebu-gebu. Perkara dirinya lupa mengucapkan ‘good night, love you abuy’ Alana bertingkah seperti wanita yang tak pernah Ares kenal. Dirinya ketiduran, pekerjaannya hari itu sangat melelahkan fisik dan mentalnya ditambah masalah satu kalimat yang Ares lupa ucapkan.

Udah gak sayang gue kan lo?

Lebih sayang sama kerjaan lo kan?

Perubahan pronomina saja sudah membuat Ares kesal membacanya.

Kangen banget aku sama kamu. Kamu sibuk terus, susah bagi waktu res.. Kangen. Sampai kapan kita mau LDR kaya gini?

Ares tahu, bukan hanya dirinya yang menahan rindu, tapi Alana juga. Ares berusaha untuk menurunkan egonya, mungkin ketikan Alana tadi tak sengaja. Rasa rindunya kelewat membuncah hingga tak sadar jika kalimat yang Alana ketik adalah hal yang membuat Ares kesal setengah mati. Sudah jelas dari awal Ares membeberkan rencana masa depannya untuk mereka berdua. Pekerjaan ini Ares ambil bukan semata-mata karena nominal gaji yang besar saja tapi karena ia ingin mewujudkan keinginan sang Ayah, juga ingin memperbaiki ekonomi keluarga dan ingin hidup bahagia bersama Alana hingga maut memisahkan. Ia hanya butuh dukungan dan kepercayaan, tak lebih.

Sampai pada akhirnya, sikap Alana menjadi acuh. Mengabaikan pesan teks maupun panggilan dari Ares. Ares pikir keduanya butuh untuk menjalani kegiatan masing-masing dan hubungannya akan kembali membaik seperti pertengkaran-pertengkaran yang telah mereka lewati sebelumnya. Namun Ares salah, ia justru mendapatkan pesan terakhir dari Alana yang ingin mengakhiri hubungan keduanya tanpa penjelasan apapun. Tiga kata yang mampu membuat harinya tak berwarna. Tiga kata yang membuat dirinya sakit selama lima hari lamanya dan tiga kata yang membuat dirinya tak ingin pulang ke rumah; Aku mau putus. Kemudian Alana langsung memblokir semua akses Ares untuk menghubunginya. Ares pikir, mungkin ini karma yang harus ia jalani. Untuk dirinya yang belum pernah disakiti dan dikecewakan sampai dadanya terasa sesak, bahkan pukulan tangannya pun terasa kebas dan rasa sakitnya sama sekali tak menghilang.. ini menjadi luka pertama bagi Antares Gibran.

Kembali ke masalahnya dengan Lana, Ares tahu jika tak seharusnya ia berbicara begitu kasar pada wanita itu. Egonya menutup seluruh akal sehat. Hanya hitam pekat yang terlihat. Dibohongi, dikecewakan, nanti apa lagi? Ares bermonolog dengan pikirannya, apa yang kurang dari dirinya hingga dua wanita dengan mudah menghancurkan hati dan kepercayaannya. Bukan maksud Ares menyamakan Kelana dengan Alana, hanya saja pola mereka sama. Sama-sama meninggalkannya tanpa penjelasan. Bohong jika Ares tak merasa hatinya seperti sedang diremuk paksa, dihujam ratusan jarum tak kasat mata. Ini semua seolah seperti deja vu. Rasa sakitnya menjadi berkali-kali lipat. Benarkah dirinya tak pantas dicinta?

Ares jadi mempertanyakan semua hal. Bukan hanya Lana yang takut ditinggalkan, tapi ia juga sama. Ares memiliki ketakutan yang sama namun berusaha sekuat tenaga tak ia tampakkan karena ia tahu, Lana patut diperjuangkan — sebelum ia mengetahui ketidak jujuran Lana padanya selama ini.

Ares tak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Mana yang harus ia selesaikan terlebih dulu, meminta maaf, meminta penjelasan atau apa? Pikirannya ruwet. Hatinya sakit. Tapi ia tak mau membiarkan hubungannya dengan Lana kandas begitu saja sebelum dimulai. Ares tak mempermasalahkan status Lana, sungguh. Ia mencintai Lana tulus dari relung hatinya. Ibu pun, Ares yakin akan menerima selama dirinya bahagia. Ares saat ini hanya belum bisa menerima fakta bahwa dirinya telah dibohongi oleh orang yang ia sayangi dan rasa kecewa ini benar-benar melukai hati.

Selain lampu merah, apa yang membuatmu memilih untuk berhenti? Ares mengucapkan kalimat tanya itu lagi. Ketika tak ada yang bisa untuk memberinya kepercayaan dan juga penjelasan, Ares rasa dirinya perlu berhenti. Searching for answers mean one thing, wasted. Jika Lana benar mencintainya, seharusnya ia bisa mendatangi Ares dan menceritakan segalanya karena Ares selalu siap mendengarkan. Seharusnya.

--

--