119. Awal dan Akhir

Michuseyo
7 min readSep 23, 2023

From Jimin short au || Wonderwall

Originally created by michuseyo

Adit dan Katya sudah sampai di apartemen. Selama perjalanan pulang tadi, Adit tak banyak bicara berbeda dengan isi chat mereka di whatsapp. Katya menanyakan hal yang sama beberapa kali dan jawaban yang ia terima juga sama “aku gak marah, ga kenapa-kenapa” tapi berbanding terbalik dengan sikapnya yang tiba-tiba jadi pendiam tak banyak bicara seperti biasanya.

“Mau mam apa yang? Aku bikinin.. kayanya kemarin masih ada ayam fillet. Atau mau delivery aja?” Tanya Katya sambil menyimpang shoulder bagnya di atas sofa kemudian berjalan menuju dapur, sedang Adit masih mematung di dekat kitchen bar seperti orang linglung.

“Ngga, gausah.. kan aku yang mau masak.” Jawab Adit kemudian ikut beranjak langsung ke dapur.

“Kamu diem di sana, di sofa duduk. Jangan di sini.” Titah Adit sambil mendorong pelan punggung Katya dan menuntunnya pelan menuju ruang tengah hingga Katya duduk di sofa. Adit kemudian menyalakan televisi dan kembali menitah Katya untuk menonton film.

“Pokonya jangan liat proses aku masak ya, fokus nonton aja udah..” Adit menyugar rambutnya, dahinya berkeringat.

“Apa sih? Kenapa aku gak boleh liat? Kamu kok keringetan gitu? Sakit? Demam?” Katya langsung berdiri, tubuhnya berhadapan dengan Adit. Ia coba menempelkan punggung tangannya pada dahi Adit, memeriksa apakah suhu tubuhnya hangat atau normal. “Ngga ih, ngga sakit. Ngga kenapa-kenapa. Udah, duduk aja.” Adit menarik tangan Katya.

Cup!

Katya mengecup bibir Adit. “Love you ayang..”

“Tiba-tiba banget?”

“Tuhkan aneh kan?? Kamu kenapa deh? Tadi di jalan diem aja. Aku bilang love you malah nanya? Biasanya di cium balik, ini engga. Katanya kamu ngga bete karena nungguin aku. Kamu bohong? Ada yang kamu sembunyiin? Aku bikin kesel kamu? Iya? Ngomong dit.. jangan kaya gini.” Cecar Katya. Ia tak terima Adit memperlakukannya seperti ini.

“Ngga, ngga kenapa-kenapa, beneran sayang. Aku masak dulu ya? Bentar aja ko. Kamu duduk ya di sini?”

“Nyebelin! Bisanya cuma nyuruh-nyuruh aja.” Cebik Katya, ia menjawab ketus namun tetap menuruti pinta Adit dengan duduk di sofa dan menonton film apapun yang sedang tayang di layar televisi.

“Maaf.. sebentar yaa.” Ucap Adit lembut kemudian membubuhi kecupan pada pucuk kepala Katya dan melangkah menjauh menuju dapur untuk memasak. Tak ada jawaban, Katya terlanjur sebal dengan sikap kekasihnya yang tiba-tiba berubah tak jelas.

Adit memasak Creamy Honey Mustard Chicken, sesuai yang Katya inginkan minggu lalu. Mungkin sang puan sudah lupa dengan keinginannya tapi Adit masih ingat dan ia akan membuatnya untuk menu makan malam mereka malam ini.

Setelah menu utama selesai dibuat, Adit juga akan membuat hidangan penutup yang spesial untuk kekasih hatinya. Ia cukup berdebar saat akan membuatnya karena takut gagal dan tak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Hampir 45 menit berlalu, Adit sudah selesai dengan urusan masak memasaknya. Ia juga membersihkan area dapur agar tidak terlalu berantakan.

Adit membersihkan piring dan menata hidangan utama dengan cantik dan apik. Ia memang ingin membuat Katya terkesima dengan makanan yang ia buat. Selesai menata piring, Adit beranjak menuju ruang tengah menghampiri Katya yang sedang merebahkan diri di atas sofa sambil melihat layar ponsel, mungkin sedang scrolling sosial media.

Adit menurunkan lututnya ke lantai, kepalanya kini sejajar dengan Katya yang masih sibuk dengan layar ponselnya, “Sayang.. udah selesai. Maaf lama, yuk mam.” Ajak Adit sambil mengusap lembut pipi kekasihnya. Katya bergeming, terlihat jelas jika dirinya masih sebal dengan sikap Adit padanya tadi.

“Maaf sayang.. beneran ngga apa-apa. Yuk mam dulu? Aku udah masak makanan yang kamu pengen, Creamy Honey Mustard Chicken. Sayangnya mau itu kan minggu kemarin? Aku bikin buat sayang malam ini.”

Mendengar menu makanan yang Adit sebutkan, Katya tak bisa menutupi kegirangannya. Bola matanya jadi bersinar dan dalam sepersekon tubuhnya ia bawa bangun dan berdiri. “Mauuuu.. manaaa..” ucapnya girang.

Adit kembali mendorong pelan bahu Katya dari belakang, menuntun kekasihnya ke arah kitchen bar dan duduk di sana. Di atas meja sudah tersedia 2 piring cantik dengan plattingan yang tak berbeda jauh dengan makanan di restoran.

“iiiih cantik banget plattingan kamu yang! Hmmm wangiiii.. ayok mam!” Katya sudah menggenggam pisau di tangan kanan dan garpu di tangan kiri. Ekspresi kekasihnya yang senang dan kegirangan seperti ini akan selalu Adit abadikan dan i akan berusaha semaksimal yang ia bisa untuk selalu melukiskan senyuman manis itu setiap saat.

“Kamu yang lebih cantik sayangku.” Gombal Adit sambil mengelus pelan surai hitam sang kekasih yang sudah memasukkan suapan pertama pada mulutnya. Katya tak henti memuji masakan Adit yang kelewat enak. Ia mengatakan jika Adit harus membuat menu ini setidaknya seminggu sekali di hari weekend dan Adit hanya bisa mengangguk, mengiyakan pinta kekasihnya sambil sesekali tertawa karena ocehan Katya yang membuat pipinya jadi terlihat menggembul. Terlalu gemas.

“Pinter banget mamnya pacar aku.” Ucap Adit, memuji Katya yang menandaskan hidangan yang ia sajikan. Piringnya bersih karna Katya benar-benar menghabiskan setiap tetes dari Creamy Honey Mustard yang rasanya luar biasa lezat.

“Udah mamnya? Pinter banget sih.. sini aku cuci piringnya.” Ujar Adit, berusaha mengambil piring kosong di depan kekasihnya.

“Ngga usah, aku aja. Kamu kan udah masak, jadi sekarang giliran aku yang cuci piring. Biasanya juga gitu.” Ucap Katya.

“Ngga, khusus hari ini special treats. Semua sama aku.”

Special treats apaan.. aku ngga lagi ulang tahun, kamu juga engga. Anniversary kita juga masih lama.”

“Gak usah nunggu anniversary atau ulang tahun. Aku bakal selalu kasih kamu special treats sayang.”

Katya hanya tersenyum. Ia senang dengan ucapan Adit, rasanya seperti dipuja tak habis-habis. Kupu-kupu dalam perutnya pun ikut salah tingkah mendengar ucapan manis Adit barusan.

“Aku juga bikin dessert, buat kamu.”

“Mau mau dessert.. mana?? Bikin apa kamu yang?” Katya girang lagi dan hati Adit menghangat lagi melihatnya, ekspresi senang Katya tak pernah gagal untuk membuatnya ikut tersenyum.

Wait..” ucap Adit yang berlalu menuju kulkas, membawa satu piring berukuran cukup lebar. Sebelum ia mendekat ke arah kekasihnya, “tutup mata dulu sayang.. ini surprise.”

Katya yang sangat excited, langsung menutup matanya tanpa penolakan dan pertanyaan. Adit kemudian melangkah saat kedua mata Katya sudah dipastikan tertutup rapat. Ia simpan piring lebar itu di atas meja lalu membawa satu kotak kecil dari dalam saku celananya dan menyimpannya di dekat piring.

“Buka matanya sayang..” titah Adit pada Katya.

Katya membuka matanya perlahan, langsung menghadapkan penglihatannya pada piring di bawahnya. Matanya mengerjap beberapa kali, memastikan jika apa yang ada di atas piring bukan semata bayangan atau halusinasinya.

You sure? Dit?

Pretty sure, sayang.. so? Yes or yes?

Wait! Foto dulu bentar!” Ucap Katya sebelum dirinya menjawab pertanyaan Adit.

Adit tertawa, tapi hatinya masih terasa gugup dan deg-degan. Ia takut jika menerima penolakan. Mungkin hubungan keduanya memang terbilang baru seumur jagung, namun ternyata perpisahan mereka selama 8 tahun tak membuat mereka melupakan hal-hal penting dari satu sama lain.

Adit masih ingat ulang tahun Katya, masih ingat kopi kesukaan Katya, masih ingat juga parfum Katya yang tak ia ganti sejak mereka duduk di bangku putih abu. Bahkan Adit ingat jika Katya tak suka jika mie rebus terlalu lembek dan harus selalu menambahkan bubuk cabai kering juga tahu kuning untuk mie instan ala-nya. Adit juga tahu jika Katya paling senang membeli mie instant dengan berbagai varian karena ingin mencobanya satu-persatu dan aqua akan selalu menjadi air mineral yang Katya pilih. Adit ingat itu semua, begitupun Katya yang mengenal Adit lebih dari pada Adit mengenal dirinya sendiri. Katya tahu jika Adit tak terlalu suka makanan manis, sangat menyukai buah mangga dan juga menyukai film romcom dibanding horror.

Jadi bagi Adit, tak perlu ada lagi pendekatan karena mereka sudah sangat dekat. Walau sempat berpisah, hal itu ternyata tak menghalangi ingatan mereka akan satu sama lain.

Bersyukur, Adit dipertemukan kembali dengan seorang yang tak ia sangka akan kembali. Kesalahannya dimasa lalu memang tak bisa diubah namun ia berjanji akan memperbaikinya di masa kini untuk masa depan mereka berdua. Adit tahu jika orang itu adalah Katya. Arunika Katya-nya. Teman SD yang dahulu menjadi musuhnya karena selalu mengajaknya beradu argumen, tak mau kalah apalagi di bidang olahraga hingga keduanya dipersatukan dalam sebuah tim dan menjadi sahabat hingga jenjang kuliah kemudian berpisah karena keputusan bodoh Adit yang akan selalu ia sesali sepanjang hidupnya.

Bagi Katya, pertemuan setelah 8 tahun adalah kesialannya semasa hidup. Setiap hari tak pernah luput dari dalam ingatannya jika ia tak ingin dipertemukan lagi oleh sosok lelaki yang membuatnya patah hati. Hatinya sudah hancur saat mengetahui perceraian kedua orang tuanya, ditambah kepergian Adit yang tiba-tiba di malam yang sama. Katya berhasil memendam perasaannya pada Adit sejak mereka berada di bangku putih biru. Tak ingin merusak persahabatan karena perasaan semunya.

Semakin dekat, justru aliran listrik itu semakin nyata. Katya tahu itu adalah cinta tapi ia segan karena tahu jika dirinya tak layak bersanding dengan Rama Aditya sang idaman para wanita. Keluarganya harmonis, berbanding terbalik dengan keluarga Katya yang bercerai berai entah dimana sanak saudara yang ia punya.

Bukannya lenyap, justru perasaan itu semakin nyata ia rasa. Doa-doa yang ia panjatkan ternyata tak terkabul karena perasaannya terlalu besar pada orang yang tak ingin dia temui lagi. Berapapun lelaki yang mendekatinya, ia enggan membuka hati karena hatinya sudah terisi namun tak mau ia akui.

Hingga sampai waktu keduanya bertemu, tak ada yang bisa mereka ungkapkan lagi selain rindu yang menggebu dan hasrat cinta yang membuncah namun masih terkalahkan oleh ego yang menggunung.

Tak mudah memang, berdamai dengan masa lalu namun Katya mau mencoba. Malam ini menjadi jawaban atas setiap doa yang ia panjatkan diam-diam di beberapa bulan ini. Ingin hidup bersama lelaki yang membersamai susah senangnya tanpa peduli kekurangan yang ia miliki juga selalu mencintainya sepenuh hati tanpa terkecuali dan orang itu masih sama seperti orang yang enggan ia temui namun mengisi penuh hati, Rama Aditya.

“Gimana sayang? Will you merry me?” Ucap Adit lembut sambil mengusap punggung tangan Katya.

Mata sang puan mulai berkaca-kaca. Doa malamnya terjawab. Ia menganggukkan kepalanya berulang kali, menjawab tanya sang lelaki.

Yes.. yes i do, Dit.” Ucapnya terbata, tangisnya pecah, hatinya penuh. Penuh akan bahagia yang begitu membuncah. Adit menarik tubuh Katya masuk ke dalam dekapannya. Pelukan hangat yang akan ia rasakan lebih sering setiap harinya. Pelukan hangat yang akan selalu menjadi vitamin serta obat yang menyembuhkan. Keduanya tahu jika mereka sudah saling mengisi dan membutuhkan sejak lama, namun perpisahan justru menguatkan ikatan keduanya. Akhir dari persahabatan kini berubah menjadi awal dari hubungan sakral pernikahan.

--

--